Dulu kala, ketika glorifikasi cinta berputar-putar di atas udara. Naik ke angkasa. memantul dan terhirup ke sekitarnya.
Gym bareng, karaoke di pertengahan kota, setelah sebelumnya menyesap wedang jahe panas di perempatan taman malam. Menghabiskan masa perantauan, di tempat dimana sebenarnya ia dilahirkan.
Namun semua berubah. Menjadi yha, begini-begini saja. Pulang dari kantor, menyaksikan gedung-gedung pencakar dari dalam transjakarta. Sesampai rumah sudah hampir petang, bergegas menjejak masuk ke dalam, melepas sepatu, merebah diri di atas kasur.
Sudah terbiasa sendiri, bahagia dengan diri sendiri, sambil sesekali bercengkrama lewat aksara yang tersusun dalam bingkai Blog. Nenek moyang bilang, kita harus bahagia bersama diri sendiri dulu, baru bisa berbahagia dengan orang lain.
Perempuan yang kini berambut lurus itu tengah berselancar di depan layar toshiba yang dulu biasa diketik bersama tuan itu. Tuah yang entah berada dimana. Melebur bersama siluet masa lalu.
Sudah usai, ujarnya menerawang, sambil menatap lalu lalang. Saatnya berangkat, angkat kepala tegakkan pundak. Mulai memahami, dan mencintai. Mencintai diri sendiri, karena kita hanya punya satu diri, tuk dibawa hingga mati.