Dewi Arianna Manullang
  • Home
  • BLOG
    • #Dear Journal
    • Kesehatan
    • Poem
    • Foodie
  • Sinema&Drama
  • Partnership
  • REVIEW
  • Contact Me
    • Twitter

Aku gelap

Aku pekat

Aku dalam. Titik terdalam di bawah bumi

Aku tidak terselami


ada bangkai yang mengendap di dasarku, tentang senja, hujan dan cerita yang tlah usai. 

Puisi cinta yang tlah habis kubaca. Menjelma menjadi seseorang yang tlah hidup.

di bawah jurang. Jurang lebar yang menganga

ia hidup. Sudah enam tahun ia hidup disana, karena ia adalah aku. dan aku di dalam ia

Banyak orang yang mencoba menyelami aku. Banyak yang tenggelam tanpa sempat mencari pertolongan. Banyak juga yang langsung keluar begitu tau betapa hitam dan mengerikannya aku.

Aku tidak tau kenapa aku sekarang berbentuk palung. Padahal dulu aku adalah bebukitan yang indah. Orang-orang menyukainya. Mereka disitu berlalu lalang, singgah dan bercengkrama. Di atas karpet bunga-bunga warna warni dihidangkan kopi hangat. 

Pada akhir suatu tahun, dimensiku membeku. Aku jatuh ke jurang, atas murka dan amarah para dewa. Jurang itu lalu menyatu denganku, membentuk perairan dalam dan dingin. Jurang misterius di bawah lautan, itulah aku. Palung mariana. Konon suhuku bisa mencapai satu derajat celcius. Tidak ada cahaya, dingin, minim oksigen, itu aku. Maka tak pernah ada yang berhasil menyelamiku. Karena aku mengerikan dan penuh misteri. 

Tapi orang-orang sering salah kaprah. Sebenarnya, aku adalah kehangatan. Aku bisa menghadirkan hangat bagi siapa pun yang membuatku nyaman. 

Tapi walau bagaimanapun, entah kenapa sekarang kepribadianku memang berubah. Aku tak terlalu senang bergaul. Aku berinteraksi hanya secukupnya. Aku lebih senang menyendiri di tempat-tempat sepi. Bersembunyi dibalik kesendirianku. Di ruanganku. Menulis sajak-sajak. 

Disini aku abadi, menunggu yang berhasil menyelam. Menyelam ke lubang hitam, bukan untuk karam, apalagi membuatku lebam. Namun untuk hidup bersamaku, tanpa perlu bertanya dari mana masa lalu ku.

Aku disini bersemayam, menunggu orang yang akan kucari saat terbangun karena mimpi buruk di tengah malam. Yang akan mencintai tanpa tapi. Yang tak kan meninggalkan hanya tuk menjadi sebatas ingatan. 

Aku hanya perlu menunggunya, meyakini segalanya akan pulih lagi. 

Ilustrasi Gambar Permukaan Palung Mariana [Google]





Rindu bisa tercipta, karena kita pernah memiliki kenangan bahagia

Kepada siapapun orangnya, terhadap apapun halnya, untuk apapun pengalamannya


Kita bisa rindu kepada malam, malam hening yang biasa menyapa. Tanpa perlu memikirkan esok, tanpa perlu tau apa yang terjadi esok.

Kita bisa rindu kepada pagi, pagi yang hadir di kepala, bersama mimpi-mimpi yang tak pernah meredup. Pada caranya menggoreskan pena, dengan wanginya yang tertinggal di pakaian yang aku kenakan.

Bahkan rindu kepada siang, dimana tangis jatuh begitu saja tanpa bisa ditahan. Gelisah yang menyeruak tanpa kendali. Dan kepada sepi, karena membuat anak manusia semakin mengenali dirinya sendiri.

Ada saatnya hari dimana aku enggan untuk menanggapai siapapun, malas berceloteh dengan siapapun. Yang dipikirkan hanya beban, tanggung jawab, dan segala warisan yang harus dipikul mendadak begitu saja. 

Hidup tak selalu harus berjalan mulus, memang, akan ada pasir runcing bisa kerap melukai. Mencuri damai dalam bingkai. Dikira bungarampai padahal bangkai.


Namun, kita bisa tetap memilih bersyukur. Simpuh syukur atas segala apa-apa, bukan hanya pada apa-apa yang baik. Namun juga atas apa yang tidak. Bersyukur bukan karena nasib kita lebih baik daripada nasib orang lain, namun bersyukur.. yaa.. semata-mata karena kita tau Tuhan baik. Tuhan baik bukan hanya saat keadaan kita sedang baik, walau kita sedang tidak baik pun, Tuhan tetap baik.

Mungkin kita sedang disuruh menunggu, menunggu sesuatu yang kita tak tau ada apa dibalik pintu. Menunggu tanpa tau kemana laju sedang membawa, serupa udara yang terus kau hirup tetapi tak pernah kau temukan wujudnya. Menunggu, karena beberapa pilihan kita membawa kita ke tempat yang tidak kita duga.


Mungkin kita hanya perlu mengubah persfektif. Karena hidup tanpa pergumulan hanya akan membuat kita menjadi manusia sombong. Tidak hidup berdasarkan perasaan atau pikiran yang tidak pasti, melainkan hiduplah berdasarkan kebenaran Firman Allah.

Rindu tak pernah melegakan, walau ia memang terbentuk dari kenangan bahagia. Mungkin, Tuhan memang sedang memberi jeda, untuk kita tau bahwa dunia tak selalu berjalan mengikuti laju kita. Mungkin Tuhan memang sedang memberi ruang, agar kita meluruh patah menjadi serpih untuk gampang Dia bentuk kembali menjadi seperti yang Dia inginkan.


Percaya, karena ini sementara,

Percaya, bahkan walau ini bukan sementara,

Hingga Tuhan berkata, waktumu untuk berada di jalur ini sudah berakhir.




Perempuan itu terduduk mangu di pojok ruang kerja berukuran tujuh meter kali tujuh meter. Tidak disangka semesta masih memberi kesempatan kembali bertugas, melayani, dan mengobati. Dia bukan menyembuhkan. Tuhan yang menyembuhkan. Tapi dia alat, tuk jadi perpanjangan tangannya Tuhan. 


Pagi itu, surprisingly, semesta mengizinkannya kembali bertugas di klinik. Cuaca pagi sangat cerah, seperti nyanyian semesta yang selalu sempurna. Berjalan menyusuri trotoar cipinang setelah mengeprint beberapa laman dokumen perjanjian kerjasama dengan brand sponsor, kemudian kembali duduk di kursi kerja yang di belakang kursinya tergantung melingkar sebuah jas putih. Sambil tersenyum penuh arti ia mengambil secangkir kopi hangat yang disediakan. Menyesap..seraya mengetik tulisan ini disela-sela pasien yang hilir mudik. Membiarkan dirinya separuh tenggelam dalam artikel ini, di sebuah lautan halaman blog yang berjudul separuh februari. 

Foto pemandangan dibalik jendela kamar saya di Wisma Atlet (Dokumentasi Pribadi)

Separuh februari, dihabiskannya di tempat asing. Bangunan asing, dengan kehadiran orang-orang asing. Pada awalnya ia tak terima. Seperti anak manusia pada umumnya, bertanya kenapa dan mengapa. Kemudian perihal esok dan bagaimana jika. 

Dulu, ia tak terlalu takut dengan yang namanya Covid-19. Berhasil tak pernah kena dalam kurun tiga tahunan pandemi, membuatnya tinggi hati. Dia lalai, hingga terbuai. Seperti cerpelai mengejar belalai, yang melambai-lambai bagai mempelai.

Aku lalai hingga terbuai
Melupakan apa-apa yang seharusnya tak dilupakan. Mencintai dengan terlalu dalam. Aku tunduk pada kekuasaan uang.

Aku lalai hingga terbuai
Belum beristirahat barang sejenak sudah langsung singgah ke tempat baru. Mengepakkan sayap berusaha kembali terbang tinggi. Malah menjatuhkanku ke tempat yang tak pernah aku duga.

Area living room di unit kamar Wisma Atlet. (Dokumentasi Pribadi)

Aku lalai hingga terbuai. Merasa nyeri hingga ke sumsum. Februari yang katanya bulan cinta malah menjadi yang porakporanda. Separuh Februari lebur dan lenyap.. pada apa-apa yang sudah dibangun ulang. Tidur tak lagi nyenyak. Makan tak lagi enak. Hanya batuk. Batuk. Batuk. 

Empat belas hari, yang tidak bisa dibilang terlalu sebentar juga tidak bisa dikatakan terlalu lama. Perempuan itu mendekam disana, melakukan yang slama ini tak sempat dilakukan. Merefleksikan diri, berpikir, dan merenung. 

Angin semilir hujan menyusup masuk lewat jendela yang sedikit terbuka. Saya beranjak bangkit dari tempat tidur kamar saya. Berdiri, dan berkaca di depan cermin yang melekat di lemari pakaian yang lebih tinggi dari tubuh saya sendiri. Melihat sepasang bola mata cokelat tua dibalik kacamata dengan mata menerawang. Menyadari, bahwa kita hanya punya satu kali hidup untuk ditinggali hingga mati. 

Bahwa kita perlu berhenti sejenak, untuk lebih siap menghadapi esok. 

Bahwa kita perlu berhenti sejenak, dari perjalanan menuju masa depan yang masih bersimbah misteri. Istirahat, jangan lupa istirahat.

Kita perlu berhenti sejenak, untuk menyadari bahwa tak perlu terlalu ogah jika saat ini sebaiknya berjauhan dengan banyak orang. Untuk menghindari pergi keluar rumah, jika tidak terlalu perlu.

Kita perlu berhenti sejenak, untuk menyadari bahwa kita perlu jatuh untuk tahu apa itu peringatan semesta. Namun taat prokes sedari awal jauh lebih baik, sebelum kena malapetaka dari yang tak diingini.

Lalu yang terakhir, bahwa saya perlu berhenti sejenak, untuk mengucap syukur atas jeda, untuk orang-orang yang hadir di sekitar saya, untuk anak-anak manusia yang berdiri buat saya, dan bagi orang-orang, yang membagi hidupnya kepada saya.


A Poem by: Dewi Arianna Manullang


nb: Hai. Akhirnya PCR saya negatif dan diizinkan kembali ke rumah. Kalian semua tetap taat prokes yaaaa. Vaksinasi Covid-19 sesuai waktu yang ditetapkan, hindari berkerumun, jangan terlalu sering pergi keluar rumah jika tidak penting-penting amat, dan tak lupa, patuhi prokes 6M.

Pernahkah kau terkagum hanya dengan baru sekali pertemuan? 

Sekali tanpa terencana. Dua kali kemudian oleh semesta dengan sandiwaranya yang kompleks.

 Beberapa kagum memang harus disyukuri keberadaannya, menjadi secangkir puisi yang siap kau teguk. 

 

Dokumentasi Pribadi


Aku Cinta. Aku tinggal di negeri para raksasa. Di negeri ini, kami mempersembahkan karya. Aku juga seorang tabib di negeri ini. Pekerjaanku sehari-hari menenun puisi di sore hari, setelah sebelumnya mengobati orang memakai ramuan-ramuanku di pagi hari.

Kemarin, Aku bertemu dengannya. Si matahari, sang merah kesumba. Dari kejauhan aku menatap dia yang tingginya beberapa satuan lebih tinggi dari padaku. Dia menghampiriku dengan setelan kemeja batik lengan panjang dan celana bahan ala kantoran lalu mengambil posisi duduk di sofa pojok ruang kerja megahnya. Aku mengamatinya, dia balik menatapku. Dibalik kacamata yang dia kenakan dia menatapku seraya memohon, "Dok hidung yang di swab boleh nggak satu lubang hidung saja?"

Cinta terpana sepersekian detik. Cinta mengagumi pemandangan di depannya. Cinta pikir, karena beberapa bagan episode di masa lalu ia tak kan pernah bisa mengagumi lagi.

Selepas pertemuan itu aku mencari tau tentangnya. 

..........

Setelah mengetahui kenyataan, aku memilih untuk diam. Menjadi bayangannya. Dia matahari, aku bayangannya. Tak berucap apa-apa dan hanya menyaksikan. 

Orang yang terkagum secara diam-diam harus bisa melanjutkan hidupnya dalam keheningan. Karena matahari merah kesumba berkuda putih tak selalu harus segera datang bak dongeng-dongeng masa lalu. Orang yang mengagumi secara diam-diam harus mampu tersenyum lebar walau bagian dalamnya teriris. Jatuh cinta itu fisiologis, jatuh tak pernah bisa memilih.

Beberapa pinta hanya bisa dipendam sendirian. Lalu pada malam yang lebih gelap dari biasanya, ada senar-senar kekecewaan yang mengalun. Ada kagum yang pada nantinya akan segera habis. Lalu berganti menjadi perasaan datar.

Aku disini, tak kan pernah sebagai penyebab tawamu. Kita hanya bagian kenangan yang sebentar lagi akan usai. Karena aku tau, kamu matahari yang sudah memiliki langit. Langit yang akan membawamu pulang karena pulang adalah dimanapun adanya kamu dan dia.

***

Namanya Cinta, dia sedang jatuh dan menjadi jatuh cinta. Jatuh cinta membuat sesuatu di dalam hatinya menari-nari. Detak jantung berpacu cepat, bait-bait doa tiap malam terangkat.

Alamatnya di negeri para raksasa, walau sebenarnya belum rampung dibangun. Nomor telepon tidak ada, karena belum ada sinyal disana.



A Poem by: Dewi Arianna Manullang


Postingan Lama Beranda

ABOUT AUTHOR

Ada fajar yang terus mencari senja, ia menjelajah ruang-ruang asing tanpa garis batas. Ada rahasia dibalik tirai yang tertutup rapat, pada musim layang-layang ia terlipat rapi. Ada Aku, yang tersimpan rapi dalam bingkai bernama Blog. Agar kaki ini mampu kemanapun, untuk selalu bersamamu.
Hi, I'm Dewi Arianna Manullang. Just an ordinary woman who loves coffee, poem, writing, blogging, and journaling very much. I currently live in Jakarta. In this blog I talk about many things. Nothing specific will be posted here. I will post anythings that interest me. Things that suit my mood, letting them flow in written form. For any business inquiries or collaboration, etc you may contact ariannadewi@gmail.com ❤

Follow us

POPULAR POSTS

  • [REVIEW] Lucky Sundae Strawberry by MIXUE - Es Krim Lokal yang Must Try Banget!
    Jakartaa uda mulai musim panas nih. Saatnya mata ini mulai melihat-lihat mana yang bisa mendinginkan tubuh. Bikin adem, seger di mu...
  • 33 Years Old Me: New Age and New Resolution
    Januari. Tulisan ini didedikasikan untuk Januari. Bulan spesial. Bulan nya Saya. Mungkin tak cukup spesial bagi semua orang. Tapi hal itu be...
  • RUJAK BUAH NONIK [FOOD REVEW], Cemilan Pilihan di Masa Pandemi
    Rujak Buah Nonik Review - Pandemi yang belum lekang, memang paling pas jika menu cemilan kita pun turut disesuaikan. Dari yang tadinya junk...
  • Es Krim MIXUE Boba Sundae dan Oreo Sundae, [REVIEW] Edisi Duo Manis
    Es Krim Mixue Review - Haii sobat blogger. Selamat malamm. Suasana hati aku lagi ringan banget nih pas nulis ini. Kenapa lagi dong kalo...
  • 5 Rekomendasi LOZENGES Penangkal Radang Tenggorokan yang Hadir di Sekitar Kamu
    Kamu adalah orang yang langganan radang tenggorokan? Punya sinusitis atau rhinitis maka kelanjutannya menjadi sering radang tenggorokan? Kal...

Categories

  • #dearjournal 12
  • #Kesehatan 7
  • #poem 10
  • BPNRamadhanChallenge2022 4
  • covid-19 5
  • donor darah 1
  • Foodie 8
  • Lifestyle 4
  • Partnership 5
  • Review 12
  • sajak 4
  • Sinema&Drama 3
  • syair 3
  • Vaksinasi booster 1
  • Viu 2
  • wisma atlet 2

Advertisement

Blogger Perempuan
BloggerHub Indonesia
Diberdayakan oleh Blogger.

Tiap kali kamu rindu, bertamulah ke dalam Blog ini. Disini ia bersembunyi, si perangkai sajak.

Dewi Arianna Manullang
DKI Jakarta, Indonesia
Lihat profil lengkapku

Formulir Kontak

Nama

Email *

Pesan *

Cari Blog Ini

Arsip Blog

  • Maret 2025 (1)
  • Januari 2025 (2)
  • Agustus 2024 (1)
  • Juni 2024 (1)
  • Januari 2024 (1)
  • Mei 2023 (1)
  • Maret 2023 (2)
  • Januari 2023 (2)
  • November 2022 (3)
  • September 2022 (2)
  • Agustus 2022 (1)
  • Juli 2022 (1)
  • Juni 2022 (1)
  • Mei 2022 (1)
  • April 2022 (5)
  • Maret 2022 (8)
  • Februari 2022 (7)
  • Januari 2022 (1)
  • Beranda

FOLLOW US @ INSTAGRAM

About Me

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

  • [REVIEW] Lucky Sundae Strawberry by MIXUE - Es Krim Lokal yang Must Try Banget!
    Jakartaa uda mulai musim panas nih. Saatnya mata ini mulai melihat-lihat mana yang bisa mendinginkan tubuh. Bikin adem, seger di mu...
  • RUJAK BUAH NONIK [FOOD REVEW], Cemilan Pilihan di Masa Pandemi
    Rujak Buah Nonik Review - Pandemi yang belum lekang, memang paling pas jika menu cemilan kita pun turut disesuaikan. Dari yang tadinya junk...
  • Es Krim MIXUE Boba Sundae dan Oreo Sundae, [REVIEW] Edisi Duo Manis
    Es Krim Mixue Review - Haii sobat blogger. Selamat malamm. Suasana hati aku lagi ringan banget nih pas nulis ini. Kenapa lagi dong kalo...
  • SCARLETT BODYCARE, Bekal Pilihan Selama Menjadi Garda Terdepan - JOURNAL
    Halo sobat blogger! Akhirnyaaa seperti yang kalian tahu saya sudah menempuh istirahat dua minggu dahulu sebelum akhirnya diizinkan pulang da...
  • Topokki ALL YOU CAN EAT [Review] di DOOKKI Korean Food Buffet
    Topokki ALL YOU CAN EAT [Review] di DOOKKI -   Anyeong chinguu! Pada suatu waktu, aku diajakin temen kantor untuk mencoba resto...
  • Tahun 2023, Kelinci Air yang Sejuk
    Hiruk pikuk bunyi terompet dari kejauhan, kembang-kembang api yang menunggu memulai semburatnya di udara. Ini tentang malam perg...
  • Palung Mariana
    Aku gelap Aku pekat Aku dalam. Titik terdalam di bawah bumi Aku tidak terselami ada bangkai yang mengendap di dasarku, tentang s...
  • Rangkaian Penghalau Jerawat dari SCARLETT; Tetap Kinclong Dengan APD
    Penghalau Jerawat SCARLETT - Waktu berlari seperti jarak pendek, cepat namun tak tergesa. Tahun 2022, macan air...
  • Tiga puluh dua
    -4 Januari 2023, Jakarta, yang sedikit mendung- Rintik hujan jatuh turun memeluk bumi. Aroma laut teredam sementara, mungkin itu...
  • Excitednya Hari Pertama Puasa Bagiku Yang Tidak Menjalankan
    Hari Pertama Puasa - Finallyyyyyy sudah sampaii di bulan ini juga, bulan Ramadhan. Tidak terasa waktu benar-benar berjalan maju pada rotasin...

Pengikut

Advertisement

Copyright © 2016 Dewi Arianna Manullang. Created by OddThemes