Separuh Februari

Perempuan itu terduduk mangu di pojok ruang kerja berukuran tujuh meter kali tujuh meter. Tidak disangka semesta masih memberi kesempatan kembali bertugas, melayani, dan mengobati. Dia bukan menyembuhkan. Tuhan yang menyembuhkan. Tapi dia alat, tuk jadi perpanjangan tangannya Tuhan. 


Pagi itu, surprisingly, semesta mengizinkannya kembali bertugas di klinik. Cuaca pagi sangat cerah, seperti nyanyian semesta yang selalu sempurna. Berjalan menyusuri trotoar cipinang setelah mengeprint beberapa laman dokumen perjanjian kerjasama dengan brand sponsor, kemudian kembali duduk di kursi kerja yang di belakang kursinya tergantung melingkar sebuah jas putih. Sambil tersenyum penuh arti ia mengambil secangkir kopi hangat yang disediakan. Menyesap..seraya mengetik tulisan ini disela-sela pasien yang hilir mudik. Membiarkan dirinya separuh tenggelam dalam artikel ini, di sebuah lautan halaman blog yang berjudul separuh februari. 

Foto pemandangan dibalik jendela kamar saya di Wisma Atlet (Dokumentasi Pribadi)

Separuh februari, dihabiskannya di tempat asing. Bangunan asing, dengan kehadiran orang-orang asing. Pada awalnya ia tak terima. Seperti anak manusia pada umumnya, bertanya kenapa dan mengapa. Kemudian perihal esok dan bagaimana jika. 

Dulu, ia tak terlalu takut dengan yang namanya Covid-19. Berhasil tak pernah kena dalam kurun tiga tahunan pandemi, membuatnya tinggi hati. Dia lalai, hingga terbuai. Seperti cerpelai mengejar belalai, yang melambai-lambai bagai mempelai.

Aku lalai hingga terbuai
Melupakan apa-apa yang seharusnya tak dilupakan. Mencintai dengan terlalu dalam. Aku tunduk pada kekuasaan uang.

Aku lalai hingga terbuai
Belum beristirahat barang sejenak sudah langsung singgah ke tempat baru. Mengepakkan sayap berusaha kembali terbang tinggi. Malah menjatuhkanku ke tempat yang tak pernah aku duga.

Area living room di unit kamar Wisma Atlet. (Dokumentasi Pribadi)

Aku lalai hingga terbuai. Merasa nyeri hingga ke sumsum. Februari yang katanya bulan cinta malah menjadi yang porakporanda. Separuh Februari lebur dan lenyap.. pada apa-apa yang sudah dibangun ulang. Tidur tak lagi nyenyak. Makan tak lagi enak. Hanya batuk. Batuk. Batuk. 

Empat belas hari, yang tidak bisa dibilang terlalu sebentar juga tidak bisa dikatakan terlalu lama. Perempuan itu mendekam disana, melakukan yang slama ini tak sempat dilakukan. Merefleksikan diri, berpikir, dan merenung. 

Angin semilir hujan menyusup masuk lewat jendela yang sedikit terbuka. Saya beranjak bangkit dari tempat tidur kamar saya. Berdiri, dan berkaca di depan cermin yang melekat di lemari pakaian yang lebih tinggi dari tubuh saya sendiri. Melihat sepasang bola mata cokelat tua dibalik kacamata dengan mata menerawang. Menyadari, bahwa kita hanya punya satu kali hidup untuk ditinggali hingga mati. 

Bahwa kita perlu berhenti sejenak, untuk lebih siap menghadapi esok. 

Bahwa kita perlu berhenti sejenak, dari perjalanan menuju masa depan yang masih bersimbah misteri. Istirahat, jangan lupa istirahat.

Kita perlu berhenti sejenak, untuk menyadari bahwa tak perlu terlalu ogah jika saat ini sebaiknya berjauhan dengan banyak orang. Untuk menghindari pergi keluar rumah, jika tidak terlalu perlu.

Kita perlu berhenti sejenak, untuk menyadari bahwa kita perlu jatuh untuk tahu apa itu peringatan semesta. Namun taat prokes sedari awal jauh lebih baik, sebelum kena malapetaka dari yang tak diingini.

Lalu yang terakhir, bahwa saya perlu berhenti sejenak, untuk mengucap syukur atas jeda, untuk orang-orang yang hadir di sekitar saya, untuk anak-anak manusia yang berdiri buat saya, dan bagi orang-orang, yang membagi hidupnya kepada saya.


A Poem by: Dewi Arianna Manullang


nb: Hai. Akhirnya PCR saya negatif dan diizinkan kembali ke rumah. Kalian semua tetap taat prokes yaaaa. Vaksinasi Covid-19 sesuai waktu yang ditetapkan, hindari berkerumun, jangan terlalu sering pergi keluar rumah jika tidak penting-penting amat, dan tak lupa, patuhi prokes 6M.

Share:

6 comments

  1. Tetap berdoa dalam lindungan Allah SWT, selalu berpikir positif, jalani dengan ikhlas. InshaAllah semua akan indah pada waktunya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya kakkk terimakasih banyak kak ratuuuu. Ini lagi berusaha bangkit kembali. Thankyou ya kakkkk buat kata-kata penguat dari kakakkk ❤❤

      Hapus
  2. Sugestiin hal-hal yang positif terus Kak. Salken yaa

    BalasHapus
    Balasan
    1. Haii mas. Terima kasih buat nasehatnyaaa. Salam kenal juga ya masss hehehehehee

      Hapus
  3. Mba Dewi, syukurlaaah udah sehat lagi yaaa 🤗... Kalo skr ini, mengingat jalanan aja udah rame, memang hrs dari diri sendiri yg patuh prokes ya mba. Ga bisa ngandelin orang lain utk patuh. Aku sendiri msh disiplin utk selalu mandi abis pulang dari manapun, rajin cuci tangan, dan belum pernah stop utk konsumsi vitamin, madu, olahrga 5x seminggu dan banyak minum air juga makan buah.

    Setelah booster aku memang mulai memberanikan diri traveling lagi, tapi blm berani kalo LN. Domestik dululah. Itupun bener2 mencari tempat yg ga rame sebisa mungkin 😄.

    Sehat trus mbaaa 😊

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hai mbaaaak iyaa mbaaa syukur bangettttt puji Tuhan saya sudah diizinkan pulih ya mbaak. Terkadang kita harus jatuh dulu biar tahu betapa mahalnya kesehatan ya mba huaaaaa :'(((

      wahhhh keren mbakk segitunya mbak prokesnya. Saya memang sering lengah dan sepele ya mbak maybe emang harus kena dulu baru tahu rasa wakakkakakakkakak

      wahh mantapp kakkk traveller panutankuhhhhh mwihihihihihihi semakin terbang tinggi ya kakk. Smogaaaa pandemi bisa lekang dan mbak nya bisa travelling lagiii

      Hapus

Halo silahkan tinggalkan komentarnya ya kak❤ Pastikan kakak menggunakan akun Gmail jika ingin meninggalkan komentar ya kak ❤